Vaksin Berbayar Jadi Penanda Bahwa Indonesia Masih Belum Bisa Menghargai Konstitusi

TRENDING, malangpost.id- Vaksinasi berbayar yang digagas disinyalir sebagai lahan bisnis yang dapat menguntungkan beberapa pihak. Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menolak ide vaksinasi Gotong Royong individu berbayar. Pasalnya, vaksinasi dalam keadaan krisis menjadi amanat konstitusi. Vaksin sejatinya tidak bisa diperjualbelikan dengan bebas. Vaksin harus disediakan penuh oleh pemerintah, tanpa harus masyarakat membayarnya.

Tidak hanya itu, seharusnya pemerintah juga memberikan fasilitas kepada setiap masyarakat yang terdampak dengan menyediakan fasilitas secara gratis. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kebijakan vaksin berbayar muncul sebab secara strategi kesehatan publik, langkah itu yang harus dilakukan untuk keluar dari situasi krisis.

Selain itu WHO juga kritik atas vaksinasi berbayar di Indonesia. Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand, mengkritik kebijakan vaksin Gotong Royong Indonesia. Dia mengatakan menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin.

Menurut Lindstrand alasan dasar penerapan vaksin berbayar saat ini tidak lah cukup kuat. Sebab, banyak negara yang mendapat jatah dosis vaksin Covid-19 melalui mekanisme kerja sama multilateral COVAX Facility yang berada di bawah WHO meski setiap pengiriman vaksin ke negara-negara COVAX membutuhkan biaya transportasi, logistik, dan lainnya, Lindstrand mengatakan dana tersebut sudah ditanggung melalui bank pembangunan multilateral, Bank Dunia, dan lembaga internasional lainnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Dr Mike Ryan, menyinggung situasi Covid-19 Indonesia yang tengah menghadapi lonjakan penularan virus corona dalam beberapa pekan terakhir. Ia bahkan turut menyinggung jumlah kematian harian Covid-19 Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dan melebihi India.

Kericuhan ini berawal dari keinginan pemerintah Indonesia untuk menerapkan vaksinasi berbayar atau vaksinasi gotong royong. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Vaksin berbayar akan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di Indonesia. Pemerintah mematok harga Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis.

Bagikan ke sosial media:

Recommended For You

abirafdi

About the Author: abirafdi

Menjadi seorang penulis tidak hanya membutuhkan kemampuan dan pengetahuan saja. Passion juga dapat membantu saya untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kunjungi Alamat Baru Kami

This will close in 0 seconds