UU Omnibus Law Menguntungkan Investor Semata?

NEWSWANTARA, malangpost.id – Undang-undang yang ditetapkan pada 5 Oktober yang lalu memicu kontradiksi bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Terutama mahasiswa, mereka berbondong-bondong melakukan demonstrasi tolak Omnibus Law. Bagaimana tidak, undang-undang ini ditunding malah menyengsarakan rakyat, utamanya buruh. 

Aturan yang Ditentang Sejak Menjadi Draft RUU 

Sejak awalnya menjadi rancangan undang-undang, Omnibus Law sudah mendapat penolakan terus menerus dari pihak rakyat. Pada puncaknya setelah ditetapkan menjadi undang-undang, mahasiswa dan buruh ramai-ramai berdemonstrasi. Publik menilai bahwa UU cipta kerja tidak berdasarkan kepentingan rakyat, malah terlalu berpihak kepada investor. 

UU cipta kerja banyak ditunding pada 11 klaster yang dianggap paling bermasalah. Menurut pengamat politik, undang-undang tersebut tidak mempertimbangkan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, tanpa bicara soal keadilan. Dalam undang-undang kemudahan dalam perekonomian hanya diberikan kepada para pemilik modal. 

Omnibus Law Mengundang Investor Lebih Banyak 

Alhasil, hal tersebut mengundang investor yang lebih banyak. Sementara para pekerja lokal semakin terpinggirkan. Hal ini tercermin nyata ketika pengamat politik tersebut menyoroti soal hubungan kerja kontrak yang tidak dibatasi. Aturan tersebut mengancam hak-hak pekerja untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan. Tidak adanya kepastian jam kerja, gaji, kesehatan, dan jaminan sosial. 

Menurut Ikhsan, seorang Sekjen Sindikasi, pasal-pasal dalam UU Cipta kerja akan memunculkan perbudakan modern. Aturan ini dikaitkan dengan Koeli Ordonantie yang dikeluarkan pada masa Hindia Belanda. Di dalamnya, Koeli Ordonantie memberikan jaminan kepada para pemilik modal untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Hal itulah yang kemudian menarik banyak investor masuk. 

Merugikannya lagi, para pekerja akan dihadapkan dengan ketidakpastian status hubungan kerja. Kontrak kerja ini nampaknya tidak dibatasi. 

Draft Omnibus Law yang Tidak Mengindahkan Putusan MK 

Sebelumnya, DPR sempat dikritik oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, lagi-lagi DPR bersikap acuh yang mengecewakan rakyat. Padahal sebagai wakil rakyat, seharusnya sikap tersebut tidak dimiliki oleh pejabat tinggi sekelas DPR. Kekecewaan ini ditunjukkan ketika DPR tidak menindaklanjuti putusan MK. 

Pasal yang dibatalkan MK karena bertentangan dengan UUD dihidupkan kembali. Akhirnya aturan MK yang dihimpun dalam kode inisiatif menyampaikan rekomendasi kepada DPR. Pertama, DPR dan pemerintah harus membuka aspirasi kepada publik. Hal ini sudah menjadi hal wajib karena undang-undang yang berlaku nantinya adalah untuk kepentingan publik. 

Kedua, DPR harus mengkaji kembali semua aturan yang dinormakan dalam RUU cipta kerja tersebut. Berikutnya, DPR harus mempertimbangkan putusan MK agar konstitusionalitas UU yang akan diundangkan lebih terjamin. Nyatanya, pada awal Oktober lalu DPR tiba-tiba menggemparkan masyrakat saat RUU ditetapkan menjadi UU. 

UU Ketenagakerjaan Sebelumnya

Menyoal investor, pada UU ketenagakerjaan sebelumnya, TKA atau tenaga kerja asing harus memenuhi persyaratan sebelum bekerja. Pertama, suatu perusahaan asing harus memiliki rencana tentang penggunaan TKA. Yang kedua, perusahaan asing tersebut harus mengurus visa tinggal terbatas untuk keperluan TKAnya. Terakhir, perusahaan harus memperoleh izin untuk dapat mengunakan TKA. 

Akan tetapi, pada UU Cipta kerja sekarang, perusahaan tersebut tidak perlu repot-repot lagi mengurus visa dan perizinan. Lantas, apa yang akan didapat rakyat Indonesia dengan semua kemudahan tersebut? 

Masalah birokrasi di Indonesia memang masih tertinggal. Meskipun demikian bukan berarti tindakan yang dilakukan adalah membuat aturan sapu jagat seperti Omnibus Law ini. Dinilai menguntungkan investor karena sangat ramahnya perizinan dan berkurangnya AMDAL, buruh dan rakyat kecil semakin terpojokkan. 

Tak sepatutnya hal tersebut dilakukan oleh wakil rakyat. Padahal kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, tetapi kenapa aspirasinya tak dihiraukan? Sebelum menyoal birokrasi dadakan ini, semestinya perbaiki dahulu sistem di dalam, seperti membenahi kinerja kementerian. 

Bagikan ke sosial media:

Recommended For You

Ira

About the Author: Ira Gusmiarti

Content writer yang menyukai belajar hal baru. Saat ini mulai membagikan insight menarik melalui tulisan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kunjungi Alamat Baru Kami

This will close in 0 seconds