DIKSAR, Malangpost.id – Rumah Abah Nuradi selalu ramai dengan suara anak-anak belajar. Diketahui sejak tahun 2011, pria paruh baya itu membuka bimbingan belajar secara gratis untuk anak-anak sekitar Kelurahan Polehan, Kota Malang.
Alasannya, agar anak-anak yang mayoritas berada pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, mampu mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Setelah berjalan sekitar 9 tahun, untuk sekarang rumah Abah Nuradi dikenal sebagai Rumah Belajar Polehan. Kemudian menjadi wadah berkumpulnya para relawan yang peduli dengan pendidikan.
Diketahui untuk saat ini, relawan-relawan hampir semuanya berasal dari kalangan mahasiswa. Namun tidak semua relawan berasal dari Kota Malang, kebanyakan justru berasal dari luar kota.
Dari pantauan Malangpost.id, mulai sekitar pukul 15.30 anak-anak datang satu per satu ke rumah Abah Nuradi.
Kebiasaan-kebiasaan berbasis agama, sepertinya juga sudah ditanamkan di Rumah Balajar Polehan ini.
Semua anak yang datang, tidak ada satu pun yang lupa mengucapkan salam kepada relawan dan juga Abah Nuradi saat akan masuk ke rumah belajar.
Anak-anak yang baru datang, langsung duduk secara acak dan menunggu teman-teman lainnya datang.
Menginjak pukul 16.00 saat anak-anak sudah mulai berkumpul. Relawan mulai membagi mereka ke dalam dua kelompok belajar.
Kelompok satu adalah mereka yang ingin belajar bagaimana cara mendesain grafis. Sedangkan kelompok dua, diisi oleh anak-anak yang ingin mengembangkan minat dan bakatnya dalam hal membawakan cerita.
Karena masih pandemi, anak-anak oleh para relawan selalu diingatkan untuk jaga jarak, memakai masker atau face shield yang sudah tersedia.
Awalnya Ingin Membangun Sekolah Gratis untuk Anak-Anak
Pada saat pembelajaran ini Nuradi selaku pendiri Rumah Belajar Polehan bercerita, awalnya dia ingin membangun sekolah gratis untuk anak-anak.
Dilakukannya, karena melihat lingkungan sekitar yang menganggap bahwa pendidikan tidak terlalu penting.
Nuradi mengaku, karena anak-anak hampir semuanya berasal dari keluarga dengan kesejahteraan sosial dan ekonomi rendah.
Sehingga fokus masyarakat pada saat itu, bahkan hingga sekarang beberapa masih pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja. Seperti bekerja, namun untuk pendidikan hanya dianggap sebagai formalitas.
“Sekolah gratis tidak bisa terealisasi hingga sekarang, karena tidak ada biaya dan donatur. Namun saya bersyukur, walaupun bukan bentuk sekolah gratis, tapi tetap bisa berjalan dalam bentuk rumah belajar gratis,” kata pria berjenggot putih ini
“Karena saya sudah tua, yang menjalankan sekarang adik-adik relawan mahasiswa ini. Saat ini saya Cuma memantau,” sambungnya
Dia menambahkan, setelah sekolah gratis tidak bisa terbentuk. Saat itu langsung dialihkan dalam bentuk les atau bimbingan belajar gratis. Dengan dia bersama istri menjadi pengajar, awalnya cuma ada 9 anak yang ikut.
Namun setelah adanya bantuan dari relawan yang notabene dari mahasiswa, jumlah anak-anak Polehan yang ikut semakin bertambah.
“Jangan sampai orang tahu, tapi kita berbuat” pungkasnya