KAMPUS, Malangpost.id – Sabtu (30/10/2021), Pusat Pengembangan Kehidupan Beragama dan Kuliah Universiter (P2KBKU) LP3 UM menggelar Kuliah Umum Keislaman bertajuk “Aktualisasi Nilai-nilai Santri di Era Disrupsi”.
Dalam giat yang terselenggara secara luring di Aula A20 Gedung Kuliah Bersama Isdb UM, serta secara daring melalui siaran langsung Youtube UM Channel ini menghadirkan pembicara H Nadisyah Hosen (Gus Nadir).
Dosen Fakultas Hukum Monash University Australia dan Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand tersebut dalam kuliahnya menjelaskan, tantangan seorang dalam memverifikasi informasi sesuai otoritas keilmuan di era disrupsi.
Menurutnya, dulu terdapat kejelasan sosok yang menjadi pakar dalam suatu bidang ilmu. Namun kini tidak demikian, dalam artian siapa pun bisa berbicara melalui media sosial.
Oleh karenanya, kondisi semacam itu menjadikan tantangan dalam menyediakan materi keagamaan bagi mereka yang ingin belajar agama lewat internet.
“Singkatnya dunia berubah begitu cepat, siapa yang berinovasi dia yang akan bertahan. Sesuai prinsip, kita jaga nilai-nilai lama yang bisa diterapkan di era sekarang, dan mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih cocok,” tutur Gus Nadir.
Sementara itu, Ketua Pelaksana, Dr Achmad Sultoni SAg MPdI mengaku tujuan acara adalah untuk menghormati jasa para santri dan ulama untuk bangsa Indonesia. Termasuk juga memberi sosialisasi kepada mahasiswa UM terkait berbagai nilai kesantrian.
“Nilai-nilai santri seperti tawaduk, hormat orang tua dan guru, serta cinta kepada negeri, sehingga mahasiswa UM memiliki nilai-nilai santri tersebut. Kegiatan ini diikuti oleh 3.000 mahasiswa yang mengikuti mata kuliah PAI,” ujarnya.
Sedangkan Rektor UM, Prof Dr AH Rofi’uddin MPd menjelaskan bahwa santri adalah mereka yang mendalami agama Islam. Jadi bukan hanya mereka yang menetap di pondok pesantren semata.
“Belajar dan mendalami agama Islam bisa dimana saja, bisa di pondok pesantren, di kampus, melalui internet, dan dimana saja,” imbuhnya.
Prof Rofi’uddin lantas menekankan, di era disrupsi santri bisa meneladani sifat Rasulullah SAW yaitu Fathonah. Sebuah sifat yang cerdas atau inovasi. Sebab kunci di era disruptif seperti sekarang adalah inovasi.
“Siapa saja yang tidak melakukan inovasi, baik itu kita pribadi, mahasiswa, dosen, tendik, dan lembaga, pasti akan tertinggal,” tegasnya.