TRENDING, malangpost.id- Kisruh vaksin berbayar yang dicanangkan pemerintah beberapa waktu lalu sempat membuat geger masyarakat. Bahkan Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menolak ide vaksinasi Gotong Royong individu berbayar. Pasalnya, vaksinasi dalam keadaan krisis menjadi amanat konstitusi. Vaksin sejatinya tidak bisa diperjualbelikan dengan bebas. Vaksin harus disediakan penuh oleh pemerintah, tanpa harus masyarakat membayarnya.
Kini, karena banyaknya protes dari masyarakat dan para ahli, program vaksinasi berbayar akhirnya dibatalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seharusnya program vaksinasi berbayar dimulai pada 12 Juli 2021 oleh Kimia Farma.
Pengusaha pun angkat bicara tentang pembatalan program vaksinasi berbayar ini. Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi, Ajib Hamdani mengatakan, pada prinsipnya dunia usaha berfokus dan berharap dengan setiap upaya percepatan vaksinasi dilakukan oleh pemerintah. Meski vaksinasi berbayar dibatalkan, pengusaha pastikan akan tetap komitmen membantu proses vaksinasi di lapangan. Pengusaha sudah diinstruksikan untuk bekerja sama dengan setiap Pemerintah Daerah (pemda) dan tenaga kesehatan untuk membantu teknis pelaksanaan vaksinasi di lapangan.
Pendapat lain mengatakan bahwa presiden tidak seharusnya membiarkan isu tersebar ke masayarakat untuk melihat respon dari masyarakat. Bila memang merugikan masyarakat secara nyata maka seharusnya program tersebut tidak perlu direncanakan.
Selain itu Anggota Komisi IX DRP RI Saleh Partaonan mengapresiasi Presiden atas tindakannya membatalkan vaksinasi berbayar individu. Meskipun sempat menjadi perbincangan masyarakat, tetapi tindakan presiden mendengarkan saran dan masukan dari masyarakat juga diapresiasi.
Vaksin merupakan hak setiap orang dan tidak boleh membebani dan memberatkan masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 19 Tahun 2021 sudah seharusnya diubah oleh Kementerian Kesehatan karena sudah tidak relevan dengan peraturan dan kebutuhan yang ada. Sebelumnya vaksin gotong royong diperuntukkan kepada perusahaan, badan hukum, dan badan usaha. Artinya jika program ini dilanjutkan kembali maka PMK harus segera direvisi.