DIKSAR, Malangpost.id – Pada awalnya PPKI telah merencanakan kemerdekaan pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun rencana untuk kemerdekaan pada 24 Agustus itu, pada akhirnya berbeda sama sekali. Sekali lagi medan Perang Pasifik ikut memengaruhi kondisi sosial politik di Indonesia.
Pemboman Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Srikat dan penyerbuan pasukan Uni Sovyet ke Manchuria yang dikuasai Jepang besar pengaruhnya atas ketegaran Jepang terhadap perang pasifik. Dengan kondisi Perang Pasifik yang sudah sangat kritis tersebut, maka pada 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, suatu kondisi yang sangat tidak diduga sama sekali oleh para pemimpin Bangsa Indonesia saat itu. Kempatan itu segera dimanfaatkan kelompok pemuda dan gerakan bawah tanah anti Jepang.
Sekelompok mahasiswa kedokteran yang memonitor keadaan politik internasional melalui pemancar gelap mengetahui menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Mereka segera menghubungi tokoh-tokoh muda revolusioner, seperti Wikana, Sukarni, dan Chairul Saleh. Mereka menginginkan kemerdekaan segera diproklamasikan lepas sama sekali dari pengaruh Jepang.
Peristiwa Rengasdengklok
Kaum muda meminta untuk Ir. Soekarno dan Moh. Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun mereka berependapat bahwa kemerdekaan harus dibantu oleh Jepamg. Hal ini sontak membuat kaum muda marah dan mengadakan rapst untuk mengasingkan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Rencana itu kemudian dilakukan dengan membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada pukul 04.30 waktu Jawa zaman Jepang (sekitar 04.00).
Setelah kembali kejakarta. Rencana lainya yaitu berjalan lancar karena diperolehnya dukungan berupa perlengkapan tentara Peta dari Cudanco Latief Hendraningrat yang saat itu menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang bertugas ke Bandung. Maka diputuskan bahwa kemerdekaan Indonesia harus ditentukan oleh bangsa Indonesia sendiri, terlepas dari Jepang.
Kemudian segera diadakan pertemuan di rumah Laksamana Maeda, seorang Kepala Kantor Perhubungan Angkatan Laut, yang dianggap cukup aman. Pertimbangan lainnya Laksamana Maeda mempunyai hubungan yang baik dengan Ahmad Subardjo dan para pemuda yang bekerja di kantornya. Di ruang makan rumah itu dirumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
Akhirnya menjelang subuh Soekarno bertiga menemui mereka yang sudah menunggu di serambi muka. Pada saat itu, Soekarno mengajak mereka semua bersama-sama menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Saran itu diperkuat oleh M. Hatta, tetapi oleh Sukarni diusulkan bahwa yang menandatangani naskah Proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Usul itu juga disetujui oleh mereka yang hadir, sehingga Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah Proklamasi berdasar naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan perubahan-perubahan yang telah disetujui.
Proklamasi Kemerdekaan
Pada 17 Agustus 1945, akhirnya proklamasi kemerdekaan dilakukan di depan rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, karena apabila dilakukan di lapangan Ikada dikhawatirkan dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Usul itu disetujui dan pembacaan naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung di Pegangsaan Timur No 56 pada Jum’at, 17 Agustus 1945 pukul 10.30 waktu Jawa zaman Jepang (pukul 10.00) pada saat bulan puasa.
Referensi
Hatta, Mohammad (1970). Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Jakarta: Tintamas.
Notosusanto, Nugroho (1976). Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik. Jakarta: Pusat Sejarah.