BALAIKOTA, Malangpost.id – Selama ini gamelan selalu identik dengan alat musik yang memiliki pakem tertentu yang mesti diikuti. Hal ini secara ideal sangat bagus untuk menjaga kemurnian gamelan itu sendiri, namun di satu sisi menyebabkan minimnya inovasi yang bisa muncul.
Meskipun begitu, hal ini tidak berlaku di tangan Arik Sugianto. Bapak satu anak kelahiran Malang, 24 Juni 1988 ini melihat kurangnya inovasi dari gamelan sebagai peluang baru. Hal ini Arik manfaatkan dengan berinovasi terhadap gamelan yang sudah ada.
Ditemui di kediamannya, Arik mengakui jika tujuan utama dari inovasinya ialah memperluas pasar dari gamelan itu sendiri. Menurutnya, pangsa pasar dari pengrajin gamelan selama ini terkungkung pada praktisi alat musik tradisional serta sebagian kecil instansi yang beriminat menjadikan gamelan sebagai pajangan. Sehingga menurutnya perlu dilakukan inovasi-inovasi terhadap gamelan itu sendiri.
“Lek ga dionokno terobosan baru, pola pikir baru, mindset baru tentang berkarya, sampai kapan seniman terbelenggu ambek karya ?” kesah Arik.
Dalam modifikasi yang dilakukannya, Arik mencoba merangkai beberapa gamelan jenis Bonang yang disatukan dengan teknik las listrik untuk membuat sebuah bentuk baru yang dibuat dari gamelan. Sehingga, penampilan gamelan menjadi fresh. Di lain sisi, karya besutannya pun cukup estetik untuk dijadikan pajangan. Sehingga, Arik menilai dengan inovasi yang dilakukannya ini akan membuka peluang pasar yang lebih lebar bagi gamelan.
Menariknya, meskipun Arik melakukan modifikasi pada penampilan luar gamelan, tapi Arik tidak menghilangkan identitas dari gamelan itu sendiri. Gamelan modifikasinya ini pun masih dapat berbunyi dengan indah ketika dimainkan. Sehingga inovasinya tidak terbatas untuk dijadika sebagai pajangan saja.
“Lek ngelas e iku, kita sengaja golek titik bisu ne, dadi ga berpengaruh nang bunyi.” Jelas Arik.
Menurut Arik, inovasi ini bermula ketika usahanya diterpa pandemi. Menurutnya, orderan yang diterimanya mengalami penurunan drastis antara sebelum pandemi dan setelah pandemi. Dari sini, Arik mencoba berupaya agar produk gamelan tidak terbatas pada kalangan tertentu sehingga dapat diterima oleh pangsa pasar yang lebih luas.
“Saiki masa pandemi yo diikuti ae, ga mungkin wong tuku set-setan gamelan. Memperluas. Dadi seng kemarin – kemarin pembeli alat musik gamelan iki praktisi alat musik tradisional, saiki iso luas.” Lanjut Arik.
Dalam karyanya ini, Arik mengaku mencoba memanfaatkan limbah gamelan bekas yang banyak tersedia terlebih dahulu. Selain sebagai percobaan pertamanya, hal ini Arik lakukan sekaligus untuk menekan biaya produksi.
“Sebener e gamelan bekas iki mungkin tak gawe ngeriset mungkin, dadi untuk tingkat kegagalan e biar agak menekan biaya produksi, karena iki kan sek tingkat percobaan.” Ketika ditanyakan lebih lanjut, Arik mengatakan kedepannya bisa jadi akan menggunakan Gamelan baru. Selain mengantisipasi bila ketersediaan limbah gamelan semakin sulit hal ini juga Arik lakukan untuk menjaga kualitas karyanya. Menurutnya, bagaimanapun juga gamelan bekas secara kualitas tentunya dibawah gamelan produksi baru.