BALAIKOTA, Malangpost.id – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menemukan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Central Karya Semesta (CKS) Kota Malang. Namun PT CKS membantah soal pelanggaran yang terjadi kepada calon TKW dan beranggapan tuduhan tersebut tidak benar.
Kepala Cabang PT CKS Maria Imelda menegaskan, bahwa balai pelatihannya dirasa sudah mengikuti proses dan aturan yang telah berlaku. Seperti halnya soal rekruitmen para calon TKW pun dilakukan oleh para calon sendiri yang mendaftar di PT CKS. Bukan dilakukan secara door to door, atau rumah ke rumah.
“Kami tidak pernah mengancam, menipu, memaksa, mendorong (kekerasan fisik) dan apapun itu yang melanggar tindakan hukum. Itu tidak betul,” katanya saat konferensi pers di BLK LN PT CKS, Selasa (15/6).
Baca juga : Fakta, Terungkap Penyebab 5 Calon TKW Yang Kabur dari Balai Latihan Kerja di Malang
Terlebih lagi saat kepala BP2MI mengungkap adanya pelecehan seksual. Dimana salah satu calon TKW diperlakukan tidak pantas, yakni melorotkan celana sebagai bentuk hukuman. Hal ini karena memang tidak diperbolehkan menggunakan celana pendek, PT CKS pun mengklarifikasi hal tersebut.
‘’Jadi inisiatif dari salah satu staff kami itu menurunkan sedikit supaya nutupin pakaian dalamnya, bukan dipelorotkan sampai dengkul atau mata kaki,” bebernya.
Beberapa Pelanggaran Ditemukan
Tak hanya itu, adanya penemuan pelanggaran lain seperti pemotongan gaji para pekerja migran di luar negeri, seperti penempatan di Singapura. Seharusnya TKW mendapat gaji Rp5,5 juta per bulan, tetapi dipotong menjadi hanya Rp1,4 juta selama 8 bulan kerja di Singapura.
‘’Cukup untuk apa (sebesar Rp1,4 juta). Yang lebih fatal dari itu adalah setiap calon pekerja yang sudah mendapatkan job di negara penempatan, dia harus menandatangani perjanjian kerja dengan pihak yang mempekerjakan. Di situlah diatur apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban,” ujar Benny Rhamdany Kepala BP2MI.
Sebelumnya, selain pelecehan seksual dan pemotongan gaji, Benny juga menemukan sejumlah pelanggaran lain, seperti penyitaan alat komunikasi (handphone) selama 8 bulan, yang dirasa cukup keterlaluan. (fan)