BATU, Malangpost.id – Penegakan terhadap bangunan liar di Kota Batu belum maksimal. Pasalnya, terganjal aturan yang belum selesai sejak Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Tahun 2010-2030 diubah.
Sekadar informasi, sejak dibahas pada tahun 2019, perubahan Perda RTRW Periode 2021-2041 masih menggantung. Perubahan perda tersebut dalam tahap fasilitasi Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Ketua Komisi A DPRD Kota Batu, Dewi Kartika menjelaskan, tanpa tindakan tegas aparat penegak hukum, penegakan hukum tidak maksimal. Bahkan tidak menutup kemungkinan membuka celah bagi pelanggaran yang berbenturan dengan tata kelola pemanfaatan ruang.
“Kami belum tahu langkah apa yang akan diambil sebelum perubahan perda RTRW diterbitkan. Maksimal hanya menutup sementara atau menyegel gedung,” kata Kartika dilansir dari Surya Malang, Minggu (29/8).
Hal itu disampaikannya saat meninjau pembangunan perumahan Medina yang dibangun di atas lahan pertanian di Desa Giripurno, Jumat (27/8). Pemeriksaan dilakukan Komisi A bersama Komisi C dan DPMPTSP-TK Kota Batu terhadap perkembangan yang melanggar ketentuan.
Menurutnya, pengesahan perubahan Perda RTRW menyulitkan penetapan tindakan tegas. Kartika mengatakan, Komisi A akan menjadwalkan sidang dengan Satpol PP, DPMPTSP-TK, Bappelitbangda, DPUPR, DPKPP, Bapenda dalam waktu dekat.
Forum : Menyelesaikan Masalah Bersama Terkait Pembangunan
Forum bersama dengan organisasi lintas departemen ini untuk menyelesaikan masalah bersama terkait pembangunan perumahan yang melanggar ketentuan seperti melewati zonasi.
“Untuk mengantisipasi hal serupa di Kota Batu, kami akan melakukan forum sendiri dengan instansi terkait. Perlu langkah lebih mendalam dalam menentukan tindakan. Pengembang perumahan juga harus memenuhi legalitas karena jika tidak pengguna juga akan dirugikan,” ujarnya. dijelaskan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Batu, M Didik Subiyanto menjelaskan, persoalan gedung tanpa izin sangat marak di Kota Batu. Kecenderungannya pengembang melakukan pembangunan terlebih dahulu baru mengurus izin belakangan.
“Kalau seperti ini Pemkot Batu harus tegas karena perumahan ini berdiri di atas tanah putih, maka harus ditutup. Urusan pengguna yang sudah membeli rumah ya itu urusan pengembang,” ujarnya.
Banyak pengembang di Kota Batu yang mengaku tidak mengetahui tata guna lahan. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB DPRD Kota Batu itu membantah keras hal itu.
“Kalau dipikir secara logika, mereka pengembang dan sudah masuk ke suatu wilayah, tidak masuk akal kalau mereka tidak tahu peruntukannya. Ini sudah menjadi tugas mereka. Jadi tidak ada alasan untuk tidak tahu peruntukannya. Itu hanya alasan dan alibi mereka,” tegasnya. .
Didik mengkhawatirkan nasib potensi lahan pertanian di Kota Batu jika lahan terus menyusut oleh kavling perumahan. Padahal, Kota Batu identik dengan pertanian, selain pariwisata.
“Jika lahan pertanian tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya, lahan pertanian di Kota Batu bisa habis. Petani miskin, mereka ingin mencari penghidupan dimana jika lahan pertanian dijadikan perumahan,” ujarnya.