HIBURAN, Malangpost.id – Tentu saja riset sangat penting jika dikaitkan dengan sejarah. Dari riset yang memadai, orang dapat membangun narasi sejarah melalui berbagai media, salah satunya adalah film biografi.
Setidaknya ini yang keluar dari mulut anggota keluarga dari seorang pahlawan yang beberapa kali muncul di film tersebut, yaitu salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia, Mohammad Hatta atau Bung Hatta.
Gustika Jusuf Hatta mengatakan bahwa riset untuk membangun sebuah cerita dengan latar belakang sejarah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
“Saya pikir yang penting adalah riset, riset, dan riset.” kata Gustika dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (24/8).
Hal inilah yang dilakukan Lukman Sardi saat ingin memerankan sosok Bung Hatta dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka (2013). Gustika menyaksikan kunjungan Lukman ke keluarga Bung Hatta.
Arsip sejarah juga tentunya penting dalam riset. Arsip Negara Republik Indonesia atau ANRI membuka pintu seluas-luasnya bagi sineas untuk melakukan riset.
“Kalau memang penting untuk itu (pembuatan film) maka yang harus dilakukan adalah memasukkan konten yang berasal dari ANRI, sekarang tinggal mengajukan ke ANRI,” kata Imam Gunarto selaku ketua ANRI.
ANRI : Hal Kearsipan Menyesuaikan Kebutuhan
ANRI juga dalam hal kearsipan menyesuaikan dengan kebutuhan, serta situasi sosial politik di Indonesia. Arsip yang jika menyinggung SARA tidak boleh keluar.
“Kita sudah tegaskan arsip seperti itu (mengandung SARA) tidak boleh dikeluarkan, kecuali mungkin situasi nasional, situasi politik berubah lagi, makanya ada uji konsekuensi yang melibatkan ahli,” lanjutnya.
Imam juga menyebutkan bahwa film-film berlatar belakang sejarah dapat dinilai sebagai aset arsip nasional. Meski merupakan karya fiksi, ia melihat aspek pemikiran seseorang juga merupakan arsip nasional.
“Suatu saat karya-karya ini akan menjadi dokumen sejarah, karena dalam konteks sejarah, pemikiran adalah jejak-jejak pemikiran atau pemikiran seseorang pada waktu tertentu yang tercermin dalam film-film,” kata Imam.
Di tempat lain, sejarawan JJ Rizal mengatakan bahwa film dengan latar belakang sejarah belum tentu bisa menjadi bahan riset sejarah. Dia mengatakan masih ada insiden yang difoto dalam film, tapi belum tentu benar.
Ia mencontohkan saat-saat menjelang kemerdekaan Republik Indonesia pada Agustus 1945.
“Misalnya peran Laksamana Maeda, benarkah pemerintah Jepang memberikan kemerdekaan? Atau rakyatnya ya, karena itulah riset kami tentang film sejarah tidak bisa ditonton sebagai film sejarah,” kata Rizal.
Oleh karena itu, penting bagi pembuat film untuk mempelajari sejarah terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membuat film dengan latar belakang sejarah. Dia mengatakan bahwa beberapa pembuat film fokus pada film, bukan sejarahnya.
“Ya belajar sejarah harusnya kalau mau bikin film sejarah, jadikanlah sejarah sebagai mahkota bukan keset,” kata Rizal.
“Yang ada di benak produser dan sutradara adalah filmnya dulu, baru kemudian sejarahnya,” lanjutnya.
Saved as a favorite, I really like your blog!