BALAIKOTA, Malangpost.id – Maraknya kasus intoleran yang terjadi di Indonesia, membuat Malangpost.id menggelar webinar bertajuk “Indoktrinasi Pancasila Sebagai Upaya Menumpas Gerakan Intoleransi”.
Webinar tersebut dilaksanakan pada Sabtu (5/6) via zoom dan juga bakal disiarkan melalui official account youtube MPtv (MostPopular TV).
Setidaknya ada dua pembicara yang turut meramaikan acara ini, yakni Arief Setiawan, S.IP, M.A, Dosen Hubungan Internasional FISIP UB dan juga Ahmad Fahri Sulaiman S.Pd, Anggota Komisi D, dan Ketua FPKB DPRD Kota Malang.
Pentingnya Menghadirkan Mata Pelajaran atau Kuliah Sejarah Indonesia
Berhubungan dengan tema yang diangkat, Arief Setiawan menuturkan, penting menghadirkan mata pelajaran atau mata kuliah Sejarah Indonesia.
Tidak hanya asal saja menghadirkan saja, namun juga harus juga disalurkan kepada mahasiswa atau peserta didik dengan metode yang benar.
Sehingga penyampaian edukasi tentang Sejarah Indonesia tidak hanya menghafal saja. Tetapi lebih kepada memahami, serta memaknai sejarah Indonesia itu sendiri.
“Jadi kalau bisa sampai pada tahap muda-mudi ini kencannya di Museum,” tegasnya
Dirinya lantas menuturkan bahwa Pancasila bisa menjadi sebuah alat untuk membendung gerakan intoleransi.
Mengajarkan Pancasila Secara Komprehensif
Caranya adalah dengan mengajarkan Pancasila secara komprehensif, maksudnya akar sejarahnya harus benar-benar ditampilkan.
Tidak hanya sebatas mengetahui serta menghafalkan sila-sila yang ada di dasar negara Indonesia tersebut.
“Sehingga tidak hanya tekstual saja, tapi makna dari setiap sila penting untuk dipelajari,” ungkapnya
Menurutnya semua hal berkehidupan berbangsa dan bernegara bisa dikaitkan dengan Pancasila, tidak hanya berhubungan dengan masalah intoleransi maupun tindakan-tindakan ekstremis lainnya.
Sejalan dengan pernyataan Arief Setiawan, Ahmad Fahri Sulaiman menuturkan bahwa tidak ada yang salah dengan kurikulum Indonesia.
Pengaplikasian Teori atau Kurikulum Jadi Permasalahan
Namun permasalahannya adalah pada pengaplikasian teori atau kurikulum tersebut kepada kehidupan sehari-hari.
“Ini yang mungkin kesannya seakan-akan nilai Pancasila itu luntur, karena tidak adanya proses internalisasi butir-butir tersebut pada kehidupan sehari-hari,” tutur Fahri
Ia menyebutkan, dulu pembelajaran terkait Pancasila atau Sejarah Indonesia hanya pada tahap menghafal atau mengingat.
Padahal yang terpenting bukan menghafal atau mengingat semata, tapi lebih kepada pengaplikasian butir-butir nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pria yang akrab dipanggil Gus Fahri ini lantas menyebutkan, peran pemuka agama untuk membendung menyebarnya paham Intoleransi di tengah masyarakat sangat besar.
Mengingat sebagian besar pemuka agama tidak menginginkan perpecahan di tengah masyarakat.
Tokoh Agama di Instansi Pendidikan Selalu Mengajarkan Cinta Negara
Selain itu menurutnya, semua tokoh agama di instansi pendidikan seperti pondok pesantren selalu mengajarkan cinta terhadap negara.
Ia lantas menuturkan, setiap Organisasi Masyarakat (Ormas) harus selalu taat terhadap UUD 1945 dan juga Pancasila.
“Jika dalam kerja dan kegiatan organisasi ternyata melanggar aturan dan tidak patuh terhadap Pancasila dan UUD 1945, itu saatnya negara yang harus memberi pembinaan,” ungkap Fahri
Lebih lanjut dirinya melanjutkan, bahwa tidak seharusnya teks-teks agama digunakan sebagai dasar tindakan intoleransi dan menolak Pancasila.
Mengingat Pancasila sejatinya juga bersumber dari ajaran agama, sekaligus produk dari para pendiri bangsa.
“Kalau memang mereka menggunakan landasan agama, seharusnya mereka tidak menggunakan agama untuk melakukan perbuatan yang merugikan,” pungkasnya
Untuk menciptakan komunikasi antara pembicara dengan peserta, webinar “Indoktrinasi Pancasila Sebagai Upaya Menumpas Gerakan Intoleransi” dikemas dengan konsep talkshow.
Selain dari kalangan umum, peserta yang hadir banyak dari kalangan mahasiswa dari beberapa universitas di Malang maupun di luar Malang.